Saturday, October 3, 2009

Surabayan Said 'Alay!!!', Whereas...

Jujur, sebenernya saya baru aja pulang dari acara musiknya LA Lights Indiefest, kebetulan ada final buat region Jawa Timur hari ini. Kenapa begitu pulang ke rumah saya langsung posting sesuatu di sini? Karena ada hal yang membuat saya benar-benar ah, apa ya, susah rasanya buat diomongin. Saya sudah meng-italic kata benar-benar di atas ya. Sebenarnya, ketika pulang mudik kemaren saya agak setengah nggak ikhlas untuk balik ke Surabaya, saya pengen tetep ada di Solo, atau bahkan West Java Trip. Pas waktu malam takbiran, saya udah membayangkan 'Aduh... jangan cepet berlalu dong liburannya, saya nggak mau balik ke Surabaya!!!'. Saya cerita ke temen saya, hal yang membuat saya males untuk balik ke tempat saya lahir, named Surabaya, karena, saya merasa bosan dengan kehidupan serba wah dan too dynamic-nya. Entahlah, rasanya Surabaya ini terlalu sempit, sampe-sampe tiap saya ke mall pasti saya ketemu sama banyak sekali orang yang saya kenal, and they got their styles, attitudes, even boyfriends. Trus saya buka Facebook, mereka muncul lagi, dengan segala pose terbaru yang mereka upload dan statusnya yang meledak-ledak tentang perasaan mereka.

Saya denger cerita dari temen-temen tentang semua orang. Temen mereka, adik kelas saya, kakak kelas kelas saya, orang yang saya tahu di Facebook tapi saya nggak kenal, pokoknya them. Saya jadi tahu sifat-sifat asli mereka dan kebiasaan dari mereka yang sebelumnya nggak saya duga. Katakanlah matre, hobi jalan ke mall, pulang nenteng belanjaan macem Zara (yang kamu tahu, kadang harganya bikin kita kayak merasa kecekik sendiri), seperti itulah. Come on, Girls, do something! You just wasted your parent's money... Untuk mendapatkan uang dari orang tua aja kadang saya harus ngerengek setengah mati. Saya lihat foto-foto mereka hangout di Facebook, dan saya berpikir, beruntung saya dilahirkan bukan di keluarga yang amat sangat kaya raya seperti mereka, karena sekarang yang saya pengen lakukan adalah saya pengen jadi yang berbeda, paling beda, yang bisa show off sesuatu dari tangan saya sendiri, dari apa yang saya kerjakan, bukan dari uang orang tua saya.

Dan ketika saya jalan ke mall, hampir nggak ada satupun orang yang menggubris dua lovebirds yang lagi memamerkan PDA dengan gaya mereka sendiri. Oh yeah PDA, Public Display Affection. Mungkin mereka terinspirasi dengan adegan-adegan french kiss di film Hollywood dan memutuskan buat menunjukkan 'hey, I can do this' di depan banyak orang. Dan saya nggak cuma sekali aja nemuin yang kaya begini nih, for a thousand times mungkin! Dan saya tahu, mereka seumuran saya, rata-rata. Hey, hidup kalian masih panjang, mungkinkah orang yang kalian cium di depan kalian itu adalah jodoh kalian sampe kalian mati? Kalau bukan, sia-sia ajalah yang kamu kasih buat pasangan kalian. See? Rasanya orang-orang berlari terlalu cepat. Mereka mengejar apa itu yang namanya status dan eksistensi. Pernahkah mereka berpikir bahwa ada yang lebih penting dari yang mereka kerjakan? Dan tahu nggak, bahkan mereka lupa sama yang namanya Tuhan, aarrggghhh!!! Nih, waktu saya lagi nonton basket sama temen-temen yang yeahhh, you can call them as Anak Gaul Surabaya, saya bilang 'Bentar ya, aku mau sholat dulu, pada nggak nih?', dan mereka cuma membalas dengan: yang pertama, cengiran (it looked like 'ngeledek'), yang kedua mereka bilang 'Sholat? Duluan deh hehe'. Gossssh, where did their brain??? They didn't remember about their God?

Dan ini yang saya alami hari ini...
Guest star Indiefest malam ini yang paling ditunggu adalah Rocket Rockers, dan tentunya Peewee Gaskins. Dua nama itu mungkin udah nggak asing ya di kuping orang, termasuk saya. Jujur, sampai sekarang saya belum bisa menangkap dimana enaknya lagu-lagu mereka, saya belum bisa menikmati lagunya sungguh-sungguh. Tapi saya ngerhargain bahwa apa yang udah mereka garap semuanya mengagumkan, they colorized our musics. Tapiiii ini, siapapun yang Partydorks dan membaca postingan ini, tolong jangan marah dan tersinggung, this is what I feel now. Saya nggak terlalu suka dengan synth yang ada di tiap lagu Peskins, yang melengking-lengking, that's why I can't enjoying their songs until now. Dan saya nggak begitu suka dengan attitude mereka, saya pernah liat video kumpulan rekaman mereka dan wow, mungkin kurang pantes ya ditulis disini, karena perbuatan yang mereka lakuin dan rekam itu juga beneran nggak pantes. Belum lagi note dari orang-orang Antidorks yang ditag ke saya, semuanya tentang kelakuannya personel Peskins yang hmm too bad to imagine, dan to write down. Tapi, meskipun saya nggak begitu suka, saya nggak mau nunjukkin ke orang-orang kalau 'Hey! Ini saya, dan saya benci Peewee Gaskins!' jelas, I'm not a kind of girl like that. Biarin cuma saya aja yang tahu kalau saya nggak begitu suka, dan tentunya kalian, sekarang, sudah tahu kan? Hehehe.

Tadi, ketika Rocket Rockers dan Peewee Gaskins naik ke panggung untuk battle, semua penonton maju dan memuja-muja nama Rocket Rockers. Dan di sisi kanan, berkumpullah, para Antidorks yang langsung mengacungkan jari tengah mereka ke panggung dan memamerkan kaos 'Dog Will Never Say Die'. Dog ya, not Dorks. Selama Peskins manggung, mereka gak berhenti melempari personel Peskins dengan botol, kaos atau buntelan koran. Dan jari tengah mereka tetap tegap dan bisa dilihat dari radius 5 meter sekalipun. Saya tanya ke temen saya, Adit:

Saya: "Boy, what did they mean? I know that they're Antidorks but their way, too rude. Aren't they?"
Dan dia balik bertanya...
Adit:"Kenapa sih semua orang benci sama Peskins? Became an Antidorks?"
Saya: "Banyak yang bilang karena males sama Dorks-nya yang lama-lama jadi alay... Alay, alay, alay lagi. Everybody said alay!"
Adit: "They did their own way, their crude ways, justru mereka yang alay!!!"

Adit sama kayak saya, dia nggak begitu suka dengan Peewee Gaskins tapi dia nggak mau men-show off, dia bahkan pernah kirim message buat sebuah group Antidorks di Facebook yang ngetag dia, kata lainnya dia nasehatin hahaha dan that group was never sent him some notes again. Jujur, saya jadi kasihan sama Peskins, dan saya jadi geram lihat tingkahnya Antidorks Surabaya. Saya yakin kok semua dari mereka adalah pelajar terdidik dan tahu cara menghargai orang, apalagi orang yang lagi tampil di atas panggung yang butuh achievement dan applause supaya bisa bikin mereka bangga pernah punya fans seperti kita. Dan lagi-lagi, mereka seperti mengagungkan kata Alay dan menyebut semua Partydorks adalah ALAY. Mereka tahu nggak sih artinya alay? Mereka sadar nggak sih kalau justru banyak orang yang menganggap mereka alay karena perbuatan mereka? Please stop shouting that word! Alay! Life is all about fail to reward, bagaimana kalau suatu saat nanti ada yang ngatain kita, mereka, kita semua, dengan sebuat Alay? Please, we should starting with ourselves, learn how to give a respect and just be confident. Itu yang belum bisa saya lihat dari Surabaya, especially the teenagers, yang mereka lakukan cuma follow follow follow dan men-judge orang lain, kemudian follow lagi... Aaaahh...

The most shocking moment was, waktu saya dan kakak saya memutuskan untuk keluar dari arena panggung setelah acara selesai dan di sana mulai sepi, kita jalan di trotoar kemudian berhenti sebentar untuk bales sms. Tiba-tiba, ada tiga orang cowok, saya yakin mereka adalah bagian dari anak-anak punk di Surabaya, salah satu dari mereka nanya jam berapa saat itu dan kita jawab baik-baik. Sejurus kemudian, mereka bilang, 'Mbak, boleh kenalan? Please...'. Saya langsung menjauh dan melihat kakak saya dikepung oleh tiga orang cowok itu. Dari jauh terdengar suara orang-orang teriak 'Wah, pecunnya lagi ditawar!!!' dan 'Mbak, sambar, Mbak!!! Sambar!!!'. Saya memanas saat itu juga dan yang bisa saya lakuin cuma 'YA ALLAH, SEANDAIKAN ENGKAU MENGHALALKAN APA YANG NAMANYA ITU MENAMPAR DAN MENGASARI ORANG LAIN, AKAN SAYA HABISI TIGA LAKI-LAKI KURANG AJAR INI' dan saya lalu mengusirnya. Mereka pergi, tetep aja saya denger suara orang-orang menyoraki saya dan kakak saya. Kemudian kakak saya bilang, 'Seharusnya kita nunggu di dalem, biarinlah, dosa sendiri. Kayaknya mereka lagi taruhan...' trus dia duduk lesehan. Arrrgghhhh! Saya bosan ada di Surabaya, lihatlah sebuah kota metropolitan ini, yang dipenuhi oleh anak-anak cerdas dan terdidik tetapi mendapat nilai nol bulat untuk urusan kesantunan dan akhlak! Mau jadi apa kalian di negeri ini? Itukah yang kalian sebut gaul dengan baju-baju dan barang kalian yang bermerk dan gedung-gedung bertingkat yang jadi santapan kalian setiap minggu?

Akhirnya ayah saya datang untuk menjemput, dan saat saya berjalan menuju mobil ada yang menyoraki 'Mbak... Mbak... pake jilbab kok mecun' dan 'Wah ini Partydorks nih, pecun!'. Shhhhiiitttt! Baru kali ini saya bener-bener marah dan rasanya pengen nonjok orang-orang itu. Saya lelah, garis bawahi, saya lelah. Saya lelah tinggal di Surabaya, kota yang dipenuhi oleh-oleh orang-orang sibuk, individualis, yang tiap paginya pasang wajah kusut, yang tiap minggu menghabiskan waktu di mall atau diskotik, yang kebanyakan dari mereka sangat kaya dan terpelajar tapi sebenarnya tidak tahu apa artinya kehidupan.

I just want to bury myself from this fake space...

12 comments:

  1. OH GOSH! What a life! Tersentuh banget baca postinganmu ini, Di. Jadi pengen berkomentar ;)

    Iya setuju kalo masyarakat Surabaya kurang bernilai di urusan kesantunan. Kalo diliat dari geografis, mungkin wajar aja sih. Jawa Tengah kayak Solo dan Jogja yang nyaman buat ditinggalin emang karena masyarakatnya santun2 dan mereka tinggal di kota yang berbudaya (masih dibawah pengaruh budaya keraton yg kuat). Sedangkan kita? Surabaya terkenal dengan kotanya yang panas, padat, jalanan sesak oleh berbagai jenis kendaraan, fasilitas umum dan segala tempat publik yang merangsang kaum hedonis buat melakukan aktivitas nya, seakan-akan membuat kita merasa hectic tinggal di kota ini. Yeah, kita semua butuh kenyamanan 'kan? Contoh kecilnya, coba aja bandingin keadaan jalanan di Surabaya sama di Solo&Jogja. Para motorcycle rider disini rude banget, kasar, dan gak santun. Pengendara mobil pun juga, apalagi kalo udah urusan ada becak dan tukang yang bawa gerobak sampah. Biasanya para pengendara mobil ga segan2 buat nyalain klakson agar bapak-bapak tadi 'minggir'. Gak berperasaan banget ya? Namanya jg profesi. Bedanya kalo di Jogja-Solo, para pengendara gak ngawur-ngawur kalo udah nyetir. Mereka sopan, sabar menunggu, dsb.

    Disini emang kurang banget dalam urusan ngehargain orang. Kita liat aja budaya misuh deh. Cablak banget 'kan?

    Jadi kita yang tinggal di Sby ni bener-bener hrs tahan banting deh. Kalo perlu kita buat gerakan anak muda aja ttg pentingnya kesantunan di Surabaya ini. Hehe ;)

    ReplyDelete
  2. Iya Kak, beda banget ya. Pas aku ke Jawa Tengah itu bawaannya seneng terus, lihat orang-orangnya yang setiap aku lewat pasti mereka pada senyum, friendly bangetlah. Atmosfernya beda, nggak kayak di Surabaya. Mereka hidup cuma untuk cari apa yang udah jadi mainset mereka tanpa peduliin lingkungan mereka, ngumpul sama orang-orang yang mereka anggep satu 'kelas', bahkan yang seumuran aku dan lebih muda dari aku pengen banget jadi orang yang biasa disebut 'gaul' di masyarakat, padahal kata 'gaul' itu cuma nilai atau stigma sosial yang sebenernya kalau kita jadi diri kita sendiri akan lebih banyak yang memuji kita. Ya udah akhirnya mereka cuma bisa jadi follower.

    Iya Kak, insya Allah bakal terbiasa kok hehe gini-gini kan kita juga anak Surabaya Kak. Try to make something new, bikin something yang bisa ngerubah paradigma berpikir dan gaya hidup anak muda di Surabaya jadi lebih baik! Thanks a lot Kak!!!

    ReplyDelete
  3. D, aku setuju deh sm pendapatmu about Anak Gaul Surabaya. Semua yg mereka pikirkan hanya ttg duniawi, hanya mikir gimana caranya populer & disukai bnyk org.
    They even don't think about education, they just waste their parents' money. Okay, they go to school every day but i know mereka hanya sekolah untuk gaul, untuk nambah teman bukan ilmu yg mereka cari. they just show HARTA ORANG TUA MEREKA, not theirs actually. Bener ngga?

    Okay, i just say what my mind would to tell. :)
    Moga kita nggak jadi kaya gitu yaa.
    Miss you, D.
    smooch :-*

    ReplyDelete
  4. di..sorry kayanya kaya yang kaya gitu bukan di Surabaya aja deh..aku di Depok.orangnya sama aja kaya gitu..jakarta juga..jadi itu tergantung anak2nya mungkin..lagian kita kan udah ada fb sama jaringan2 sosial lain..jadi yaa yang kaya gitu mungkin pengaruh dari "gaul" juga. hehe be patient girl..hidup itu keras. :)

    ReplyDelete
  5. Mbak Fia: Iya mbaaaak hehe insya Allah kok kalau kita bisa memanage segalanya dengan baik nggak bakal kejerumus ke hal-hal yang buruk hehe kita kan mantan anak Al Falah juga wakaka jadi apa aja yang udah kita dapet harus diamalin dong hihiiii. Thanks ya Mbak!

    Saras: Thank you Saras pendapatnya hehe iya, biasanya yang begitu tuh banyak di kota-kota gede. Aku bicara Surabaya karena aku tinggal di Surabaya hehe jadi aku pengen bicarain yang Surabaya gitu. Yup betul, tergantung masing-masing ya hehe. Makasih...

    ReplyDelete
  6. superb! :) couldn't agree more
    thank god there's still a person like you dii haha.
    well actually, sbenernya definisi gaul itu sendiri apa sih dan siapa yang berhak men-decide who's hot and who's not?
    dan yah, kehidupan di sby ini memang sempit sekali di, sangat sempit.

    enw, jangan nagis lagi dii, sabaar hihi
    go rifdia go rifdia go go gooo ;P

    ReplyDelete
  7. I'm on your side. I agree with your opinion, about these past days. The attitude the teenagers the rude people etc.
    But trust me JAKARTA IS WORSE.
    I've lived in those two cities, Surabaya and Jakarta, and once when I lived in Surabaya I hadn't felt nothing's wrong yet, but then when I moved to Jakarta the difference is so clear. I live in Jakarta and definitely I say that I'm really really craving for back to Surabaya.
    All I could say is... really, Jakarta is worse than that.

    ReplyDelete
  8. Hey, nice to read yer comments, Mbak Putari and Avida!!! Buat Mbak Put, iya bener nggak ada yang tau loh definisi gaul itu apa karena setiap orang punya asumsi dan definisi yang berbeda-beda tentang kata 'gaul', especially di Surabaya, waaaah nggak ada abisnya kalo diomongin hehe. Btw, kemaren aku nangis gara-gara mataku sakit ditampol air sama siapa yah, nggak tau deh pokoknya kakak kelas hwahahaha.

    Avida, kadang aku juga mikir kalo di Jakarta itu gimana ya... Surabaya aja udah kayak begini, apalagi Jakarta, and then you told me that Jakarta is worse. Gosh, should we change our ideology or make a law about teenage society in Indonesia? Hhhh.

    Thanks a lot ya!!!

    ReplyDelete
  9. aku lo moto kamu pas dilempar itu huahahhahah bohay keren abis :D

    ReplyDelete
  10. Eh kok? Tidaaaaaaaaaak, pasti jelek buaaanget. Buang ke Recycle Bin dong Mbak, trus diremove juga sampe gak ada sampe hilang jejaknya... Hhh...

    ReplyDelete
  11. hi Rifdia, salam kenal. kayaknya udh telat banget mau komen dipost kamu yang ini krn last comment aja udh dr tahun 2009 :D. tp pengen banget komentar. terlepas dari semua komentar teman-teman diatas, i feel you. aku bersyukur banget punya orang tua yang selalu jadi "polisi" disetiap langkah yang mau aku ambil dan aku pikir pendidikan agama juga amat berpengaruh pada attitude manusia, apalagi di jaman serba liberal seperti saat ini dan terutama dimasa-masa high school. i don't even have any idea kenapa anak-anak jaman sekarang begitu bangganya dengan pergaulan serba wah dan liar (literally) seperti saat ini.. anyway keep posting dong :")

    ReplyDelete